Selasa, 15 Januari 2013

Indie Label: Antara Subkultur, Resistensi dan Industri Musik

Indie Label: Antara Subkultur, Resistensi dan Industri Musik

13541038101222429004
Sejatinya, manusia selalu butuh hiburan dalam hidupnya. Baik yang berupa tontonan melalui media visual maupun hal yang menggunakan indera pendengaran. Dalam konteks indera pendengaran, adalah musik yang merupakan salah satu hiburan bagi manusia. Musik merupakan bahasa universal yang representatif bagi para pendengarnya. Ketika sedang merasa senang, sedih, dilema, sehat maupun sakit, musik seperti mempunyai varian rasa yang lengkap ditelinga. Musik juga bisa menjadi bahasa sosial paling provokatif terhadap isu atau gejala yang sedang gandrung di masyarakat. Entah gejala sosial, politik, ekonomi atau budaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Dedik S. Santoso yang berjudul Pengaruh Musik Terhadap Performance Fisik (2002) menjelaskan bahwa musik memiliki pengaruh yang positif secara psikologis, yaitu dalam hal menurunkan detak jantung. Jenis musik yang berbeda memberikan tingkat pengaruh yang berbeda pula. Pengaruh yang terbesar diberikan oleh musik favorit. Namun demikian, di dunia kerja secara nyata, memainkan musik favorit agak sulit dilaksanakan sebab masing-masing pekerja memiliki musik favorit yang berbeda, karena itu musik favorit bisa digunakan bila masing-masing dari mereka menggunakan headset.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa musik mempunyai pengaruh terhadap psikologis, kejiwaan dan mental seseorang. Meskipun setiap orang mempunyai selera musik yang berbeda-beda, namun musik seperti mempunyai kemampuan untuk mengonstruksi nalar seseorang. Konstruksi musik jelas dapat dilihat dari lirik atau pesan yang ingin disampaikan dari pemusik kepada pendengar. Misalnya saja lagu yang bertemakan tentang seseorang yang di khianati cintanya kemudian bunuh diri. Pesan yang disampaikan dari lagu tersebut bisa saja dipercaya bahkan dilakukan oleh para pendengarnya.
Dominasi Industri
Terlepas dari itu semua, musik mempunyai cara pendistribusian hingga sampai pada ke telinga pendengar. Melalui label lah musik dapat didistribusikan ke para pendengar. Biasanya, label mempunyai dua karakter, pertama major label dan yang kedua indie label. Major label adalah perusahaan musik dengan modal besar dan profit yang besar pula. Sedangkan indie label adalah perusahaan musik dengan skala lebih kecil, bahkan terkadang milik musisi itu sendiri.
Artikel yang berjudul Inilah Penyebab Keterpurukan Industri Musik Indonesia dalam sorotnews.com menjelaskan bahwa salah satu penyebab keterpurukan industri musik Indonesia adalah karena penguasaan berlebihan dari major label musik tempat seniman/musisi bernaung. Penguasaan industri musik tersebut dimulai dari mengekang kreasi dari seniman, mengatur pola distribusi hingga mempengaruhi selera musik masyarakat (sorotnews.com). Dalam artikel tersebut, musisi Endah Widyastuti memaparkan bahwa keterpurukan industri musik karena ada dominasi pemberitaan berlebihan media yang tidak berimbang dan hanya dikuasai oleh pemegang industri tertentu, yaitu major label.
Dalam kajian kritis, telaah Theodor Adorno tentang teori musik pop ialah dihasilkan melalui dua proses dominasi industri budaya, yakni standarisasi dan individualitas semu. Standarisasi menjelaskan mengenai tantangan dan permasalahan yang dihadapi musik pop dalam hal originalitas, autentisitas ataupun rangsangan intelektual. Standarisasi menyatakan bahwa musik pop mempunyai kemiripan dalam hal nada dan rasa antara satu dengan lainnya hingga dapat dipertukarkan (Strinati, 2007: 73). Dengan kata lain ada kemiripan mendasar pada musik pop dalam berbagai hal yang dikandungnya yang mampu dipertukarkan hingga menjadi komoditas tersendiri. Pengkomodifikasian tersebut yang menghasilkan fetisisme komoditas nantinya.
Standarisasi dalam hal ini adalah major label menstandarisasikan jenis musik dan selera pasar. Musik nuansa pop melayu dengan nada-nada minor mendayu-dayu menjadi sangat akrab ditelinga masyarakat Indonesia, khususnya untuk anak muda. Sedangkan individualitas semu adalah dimana penikmat musik di Indonesia telah dikonstruk oleh industri musik bertaraf major label, selera musik mereka sudah di dikte oleh major label, mereka tidak sadar sehingga kesadaran mereka tentang musik hanyalah kesadaran semu.
Dengar dan Lawan!
Grup musik Efek Rumah Kaca mengkritik kondisi musik Indonesia dengan lagu Cinta Melulu. Dimana lirik yang berbunyi, ‘atas nama pasar semuanya begitu klise….’. Mereka ingin berpesan bahwa lagu-lagu mainstream Indonesia hanya berada disekitar tentang perselingkuhan, patah hati, atau tentang cinta-cintaan lainnya. Musik tidak lagi dinilai sebagai karya intelektual yang dapat dinikmati dan dipelajari, tetapi menjadi produk industri yang berperan hanya sebatas hiburan dikala lelah dan waktu senggang.
Namun dilain sisi, potret industri musik Indonesia tidak stagnasi disitu saja. Ada beberapa musisi yang benar-benar mencintai musik dan bernaung dibawah indie label. Melalui karya-karya berkualitasnya, mereka hidup untuk musik dan musik untuk hidup. Mereka tidak peduli pasar apa yang akan menyukai mereka, namun mereka yakin punya pasar sendiri dari musik yang mereka tawarkan meski hanya dalam skala minoritas.
Penelitian yang dilakukan oleh Dimas Anindityo yang berjudul Research On How Indonesian Indie Music Artists Live In Indonesia’s Underdeveloped Market memaparkan jika major label dapat menegaskan keberadaan mereka dengan memproduksi lagu pop murahan di Indonesia, itu tidak sama dengan musisi indie. Tidak seperti di Inggris dan Amerika Serikat, dimana musik indie sekarang menjadi hal umum dan industri bisa menerima mereka. Namun di Indonesia, musik indie masih dalam proses penerimaan.
Ditengah arus dominasi major label pada industri musik Indonesia, musisi-musisi independent atau indie mempunyai peran dalam mengedukasi masyarakat luas bahwa musik tidak sekedar untuk kebutuhan bisnis atau komoditas, tetapi sebuah karya intelektual melalui lirik-lirik mencerdaskan, putis atau provokatif dengan dibalut instrumen musik yang mengajak kita untuk melakukan sesuatu dari isu yang diangkat dari tema lagu tertentu. Maka, musik bukan hanya sebagai media hiburan belaka dengan kekosongan makna, tetapi sebagai fasilitator untuk mencapai kepekaan sosial di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar